Selamat Datang Anda sedang membaca Blog Aktivasi Kebahagiaan dengan Hati.Sebelum Membaca niatkan untuk beribadah ya. Selamat membaca dan Kasih tau orang terdekat anda.
Monday, August 22, 2011

Integritas jauh lebih penting

0 comments
Pada zaman dinasty Tang ( 618-907 SM ), ada seorang yang bernama Lu yuan fang.
karena situasi dan kondisi keluarganya yang sedang membutuhkan uang dan tidak ada jalan keluar untuk mendapatkan uang,
maka ia berniat menjual miliknya yang terakhir, yakni sebuah villa lengkap dengan taman yang indah di kota luo yang.
Ada dua orang pedagang kaya yang mendapat berita bahwa villa bagus di kota luo yang yang selama ini mereka kagumi akhirnya mau di jual.
karena itu, mereka berdua mencari tahu alamat Lu yuan fang.
setelah tiba di rumah Lu yuan fang, mereka berdua langsung melakukan tawar-menawar.
setelah beberapa saat akhirnya di setujui harga villa itu adalah 6.000 keping uang emas.
dan, sebagai uang muka, kedua pedagang itu memberikan lima puluh keping uang emas.
Tidak disangka pada keesokan harinya, pejabat di kota luo yang meminta luo yuan fang untuk menemuinya di kantor.
setelah bertemu di luo yang, pejabat tersebut berkata,
“Saya mendengar bahwa kamu akan menjual taman jin xiu yuan milikmu yang bagus itu.
saya memanggilmu kesini karena saya ingin membelinya.
istri saya sudah sering sakit-sakitan dan sudah beberapa lama mencari sebuah villa dengan taman dan air yang bagus untuk ditinggali.
jika tinggal di tempat seperti itu, diharapkan kesehatan fisik dan psikisnya berangsur-angsur baik.
dan yang ia sukai selami ini adalah villa jin xiu yuan milikmu”.
Lu yuan fang tidak menyangka bahwa villa miliknya juga diminati oleh penjabat tinggi kota luo yang.
hanya saja, dia sudah terlanjur sepakat dengan kedua pedagang yang sudah memberikan uang muka lima puluh keping uang emas.
dengan berat hati ia menjelaskan,
“Hamba sungguh mohon maaf. sekalipun belum di bayar seluruhnya, saya sudah berjanji untuk menjualnya kepada kedua pedagang itu!”.
Penjabat itu merasakan diremehkan, lalu dengan suara keras berkata,
“Walau dia sudah memberikan uang muka, akan saya ganti tiga kali lipat dan saya berikan tiga kali lebih banyak dari harga yang kamu berikan kepada mereka.
bagaimanapun villa itu harus saya dapatkan.”
Dengan tetap dalam sikap hormat Lu yuan fang menjawab,
“Janji yang sudah diucapkan kepada orang lain tidak boleh di batalkan hanya gara-gara bisa menerima uang yang lebih banyak.
saya ingin jadi orang yang bisa dipercayai walaupun untuk itu saya tidak bisa menerima uang lebih banyak. rumah itu tidak bisa di jual kepada tuan!”.
Berita Lu yuan fang menolak penawaran pejabat kota luo yang sampai ke telinga ibunya yang sudah tua.
ibu Lu yuan fang memanggilnya dan menasihatinya,
” Mengapa kamu tidak menjualnya pada penjabat itu.
harganya jauh lebih baik dan jika kamu menolak permintaannya, ibu khawatir suatu saat dia akan mencari gara-gara terhadap kita. jual saja kepada penjabat itu!”.
Melihat ibunya seperti itu, Lu yuan fang berlutut di depan ibunya dan memohon,
“YI YAN JI CHU, SI MA NAN ZHUI ( sekali kuda di lepaskan untuk keluar dari kandang, maka akan sangat sulit untuk di kejar kembali, Artinya,
sekali kita sudah mengucapkan janji kepada orang lain tidak boleh di tarik kembali ).
bukankah ibu dan ayah yang mendidik kami untuk demikian.
ibu sendiri yang mendidik kami untuk menjadi orang yang punya integritas dan dapat dipercayai.
sekarang saya sudah berjanji kepada orang lain, walau harganya jauh lebih murah,
lalu mengapa saya mau membatalkan secara sepihak?”.
Ibunya tidak dapat berkata apa-apa.
beberapa saat kemudian ia berkata,
“Lu yuan fang, kamu adalah anak yang baik karena mau mengikuti pendidikan seperti yang telah di ajarkan oleh orangtua.
ibu salah, sekarang ibu mendukung kamu untuk memenuhi janjimu pada kedua pedagang itu.
terus pertahankan dirimu untuk jadi orang yang dapat di percayai!”
Mutiara hikmat :
integritas hidup jauh lebih penting daripada uang dan harta yang banyak.
orang yang berintegritas sulit di cari ; tetap menjadi orang yang berintegritas pasti akan di sengani oleh orang lain.
lebih daripada itu, orang yang berintegritas akan bisa merasa bahagia jika tetap pada pendiriannya untuk mempertahankan sikapnya.
Sumber : Sinar motivasi
Continue reading →
Saturday, August 20, 2011

Bocah pembeli es krim

0 comments
Minggu siang di sebuah mal. Seorang bocah lelaki umur delapan tahun berjalan menuju ke sebuah gerai tempat penjual eskrim. Karena pendek, ia terpaksa memanjat untuk bisa melihat si pramusaji. Penampilannya yang lusuh sangat kontras dengan suasana hingar bingar mal yang serba wangi dan indah.
“Mbak sundae cream harganya berapa?” si bocah bertanya.
“Lima ribu rupiah,” yang ditanya menjawab.
Bocah itu kemudian merogoh recehan duit dari kantongnya. Ia menghitung recehan di tangannya dengan teliti. Sementara si pramusaji menunggu dengan raut muka tidak sabar. Maklum, banyak pembeli yang lebih “berduit” ngantre di belakang pembeli ingusan itu.
“Kalau plain cream berapa?”
Dengan suara ketus setengah melecehkan, si pramusaji menjawab, “Tiga ribu lima ratus”.
Lagi-lagi si bocah menghitung recehannya, ” Kalau begitu saya mau sepiring plain cream saja, Mbak,” kata si bocah sambil memberikan uang sejumlah harga es yang diminta. Si pramusaji pun segera mengangsurkan sepiring plain cream.
Beberapa waktu kemudian, si pramusaji membersihkan meja dan piring kotor yang sudah ditinggalkan pembeli. Ketika mengangkat piring es krim bekas dipakai bocah tadi, ia terperanjat. Di meja itu terlihat dua keping uang logam limaratusan serta lima keping recehan seratusan yang tersusun rapi.
Ada rasa penyesalan tersumbat dikerongkongan. Sang pramusaji tersadar, sebenarnya bocah tadi bisa membeli sundae cream. Namun, ia mengorbankan keinginan pribadi dengan maksud agar bisa memberikan tip bagi si pramusaji.
Pesan moral yang dibawa oleh anak tadi: setiap manusia di dunia ini adalah penting. Di mana pun kita wajib memperlakukan orang lain dengan sopan, bermartabat, dan dengan penuh hormat.
Sumber: sinar motivasi
Continue reading →

Nilai sebuah kebersamaan.

0 comments
Seorang pria pulang kantor terlambat, dalam keadaan lelah dan penat, saat menemukan anak lelakinya yang berumur 5 tahun menyambutnya di depan pintu.
“Ayah, boleh aku tanyakan satu hal?”"Tentu, ada apa?”"Ayah, berapa rupiah ayah peroleh tiap jamnya?”"Itu bukan urusanmu. Mengapa kau tanyakan soal itu?” kata si lelaki dengan marah.”Saya cuma mau tahu. Tolong beritahu saya, berapa rupiah ayah peroleh dalam satu jam?” si kecil memohon.”Baiklah, kalau kau tetap ingin mengetahuinya. Ayah mendapatkan Rp 20 ribu tiap jamnya.”"Oh,” sahut si kecil, dengan kepala menunduk. Tak lama kemudian ia mendongakkan kepala, dan berkata pada ayahnya, “Yah, boleh aku pinjam uang Rp 10 ribu?”
Si ayah tambah marah, “Kalau kamu tanya-tanya soal itu hanya supaya dapat meminjam uang dari ayah agar dapat jajan sembarangan atau membeli mainan, pergi sana ke kamarmu, dan tidur. Sungguh keterlaluan. Ayah bekerja begitu keras berjam-jam setiap hari, ayah tak punya waktu untuk perengek begitu.”
Si kecil pergi ke kamarnya dengan sedih dan menutup pintu. Si ayah duduk dan merasa makin jengkel pada pertanyaan anak lelakinya.
Betapa kurang ajarnya ia menanyakan hal itu hanya untuk mendapatkan uang? Sekitar sejam kemudian, ketika lelaki itu mulai tenang, ia berpikir barangkali ia terlalu keras pada si anak. Barangkali ada keperluan yang penting hingga anaknya memerlukan uang Rp 10 ribu darinya, toh ia tak sering-sering meminta uang. Lelaki itu pun beranjak ke pintu kamar si kecil dan membukanya.
“Kau tertidur, Nak?” ia bertanya.”Tidak, Yah, aku terjaga,” jawab si anak.”Setelah ayah pikir-pikir, barangkali tadi ayah terlalu keras padamu,” kata si ayah. “Hari ini ayah begitu repot dan sibuk, dan ayah melampiaskannya padamu. Ini uang Rp 10 ribu yang kau perlukan.”
Si bocah laki-laki itu duduk dengan sumringah, tersenyum, dan berseru, “Oh, ayah, terima kasih.”
Lalu, sambil menguak bantal tempatnya biasa tidur, si kecil mengambil beberapa lembar uang yang tampak kumal dan lecek.
Melihat anaknya ternyata telah memiliki uang, si ayah kembali naik pitam. Si kecil tampak menghitung-hitung uangnya.
“Kalau kamu sudah punya uang sendiri, kenapa minta lagi?” gerutu ayahnya.”Karena uangku belum cukup, tapi sekarang sudah.” jawab si kecil.”Ayah, sekarang aku punya Rp 20 ribu. Boleh aku membeli waktu ayah barang satu jam? Pulanglah satu jam lebih awal besok, aku ingin makan malam bersamamu.”

 Lihatlah betapa pentingnya sebuah kebersamaan itu, ketika si anak hanya ingi makan malam saja, dia berani menabung untuk membayar 1jam waktu ayahnya. sahabat pernahkah kita memikirkan betapa orang yang sangat mencintai kita merindukan dan ingin sekali berkumpul dengan kita. sahabat jagalah terus tali silaturahmi dan kebersamaan diantara orang2 yang kita cintai. salam kemenangan buat sahabat semua.


Sumber: sinar motivasi
posted share by: Andriz irawan
Continue reading →

Jangan Pernah Berhenti

0 comments

Sejenak saya merasa ini biasa-biasa saja. Tetapi ketika ada orang yang bertanya ke saya, bagaimana saya bisa berpresentasi di depan publik dengan cara yang demikian menguasai, saya teringat lagi pidato Churchill ini.
Banyak orang berfikir kalau saya bisa berbicara di depan publik seperti sekarang sudah sejak awal. Tentu saja semua itu tidak benar. Awalnya, saya adalah seorang pemalu, mudah tersinggung, takut bergaul dan minder.
Dan ketika memulai profesi pembicara publik, sering sekali saya dihina, dilecehkan dan direndahkan orang. Dari lafal ‘T’ yang tidak pernah lempeng, kaki seperti cacing kepanasan, tidak bisa membuat orang tertawa, pembicaraan yang terlalu teoritis, istilah-istilah canggih yang tidak perlu, serta segudang kelemahan lainnya.
Tidak bisa tidur beberapa minggu, stress atau jatuh sakit, itu sudah biasa. Pernah bahkan oleh murid dianjurkan agar saya dipecat saja menjadi dosen di tempat saya mengajar.
Pengalaman serupa juga pernah dialami oleh banyak agen asuransi jempolan. Ditolak, dibanting pintu, dihina, dicurigai orang, sampai dengan dilecehkan mungkin sudah kebal. Pejuang kemanusiaan seperti Nelson Mandela dan Kim Dae Jung juga demikian. Tabungan kesulitan yang mereka miliki demikian menggunung. Dari dipenjara,hampir dibunuh, disiksa, dikencingin, tetapi toh tidak berhenti berjuang.
Apa yang ada di balik semua pengalaman ini, rupanya di balik sikap ulet untuk tidak pernah berhenti ini, sering bersembunyi banyak kesempurnaan hidup. Mirip dengan air yang menetesi batu yang sama berulang-ulang, hanya karena sikap tidak pernah berhentilah yang membuat batu berlobang.
Besi hanya menjadi pisau setelah ditempa palu besar berulang-ulang, dan dibakar api panas ratusan derajat celsius. Pohon beringin besar yang berumur ratusan tahun, berhasil melewati ribuan angin ribut, jutaan hujan, dan berbagai godaan yang meruntuhkan.
Di satu kesempatan di awal Juni 1999, sambil menemani istri dan anak-anak, saya sempat makan malam di salah satu restoran di depan hotel Hyatt Sanur Bali. Yang membuat kejadian ini demikian terkenang, karena di restoran ini saya dan istri bertemu dengan seorang penyanyi penghibur yang demikian menghibur.
Pria dengan wajah biasa-biasa ini, hanya memainkan musik dan bernyanyi seorang diri. Modalnya, hanya sebuah gitar dan sebuah organ. Akan tetapi, ramuan musik yang dihasilkan demikian mengagumkan. Saya dan istri telah masuk banyak restoran dan kafe. Namun, ramuan musik yang dihadirkan penyanyi dan pemusik solo ini demikian menyentuh. Hampir setiap lagu yang ia nyanyikan mengundang kagum saya, istri dan banyak turis lainnya. Rasanya susah sekali melupakan kenangan manis bersama penyanyi ini. Sejumlah uang tip serta ucapan terimakasih saya yang dalam, tampaknya belum cukup untuk membayar keterhiburan saya dan istri.
Di satu kesempatan menginap di salah satu guest house Caltex Pacific Indonesia di Pekan Baru, sekali lagi saya bertemu seorang manusia mengagumkan. House boy (baca : pembantu) yang bertanggungjawab terhadap guest house yang saya tempati demikian menyentuh hati saya. Setiap gerakan kerjanya dilakukan sambil bersiul. Atau setidaknya sambil bergembira dan tersenyum kecil. Hampir semua hal yang ada di kepala, tanpa perlu diterjemahkan ke dalam perintah, ia laksanakan dengan sempurna. Purwanto, demikian nama pegawai kecil ini, melakoni profesinya dengan tanpa keluhan.
Bedanya penyanyi Sanur di atas serta Purwanto dengan manusia kebanyakan, semakin lama dan semakin rutinnya pekerjaan dilakukan, ia tidak diikuti oleh kebosanan yang kemudian disertai oleh keinginan untuk berhenti.
Ketika timbul rasa bosan dalam mengajar, ada godaan politicking kotor di kantor yang diikuti keinginan ego untuk berhenti, atau jenuh menulis, saya malu dengan penyanyi Sanur dan house boy di atas. Di tengah demikian menyesakkannya rutinitas, demikian monotonnya kehidupan, kedua orang di atas, seakan-akan faham betul dengan pidato Winston Churchill : “never give up.”
Anda boleh mengagumi tulisan ini, atau juga mengagumi saya, tetapi Anda sebenarnya lebih layak kagum pada penyanyi Sanur dan house boy di atas. Tanpa banyak teori, tanpa perlu menulis, tanpa perlu menggurui, mereka sedang melaksanakan profesinya dengan prinsip sederhana : “jangan pernah berhenti.”
Saya kerap merasa rendah dan hina di depan manusia seperti penyanyi dan pembantu di atas. Bayangkan, sebagai konsultan, pembicara publik dan direktur sebuah perusahaan swasta, tentu saja saya berada pada status sosial yang lebih tinggi dan berpenghasilan lebih besar dibandingkan mereka. Akan tetapi, mereka memiliki mental “never give up” yang lebih mengagumkan.
Kadang saya sempat berfikir, jangan-jangan tingkatan sosial dan penghasilan yang lebih tinggi, tidak membuat mental “never give up” semakin kuat.
Kalau ini benar, orang-orang bawah seperti pembantu, pedagang bakso, satpam, supir, penyanyi rendahan, dan tukang kebunlah guru-guru sejati kita.
Jangan-jangan pidato inspiratif Winston Churchill – sebagaimana dikutip di awal – justru diperoleh dari guru-guru terakhir.
Sumber: Sinar motivasi
Continue reading →
#gambar1 { position:fixed; _position:absolute; top:0px; right:0px; clip:inherit; z-index:+1000;} ]]>