Selamat Datang Anda sedang membaca Blog Aktivasi Kebahagiaan dengan Hati.Sebelum Membaca niatkan untuk beribadah ya. Selamat membaca dan Kasih tau orang terdekat anda.
Saturday, June 11, 2011

3 Karung beras

0 comments
Ini adalah makanan yang tidak bisa dibeli dengan uang.
Kisah ini adalah kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin,
yang memiliki seorang anak laki-laki.
Ayahnya sudah meninggal dunia, tinggalah ibu dan anak laki-lakinya untuk
saling menopang.
Ibunya bersusah payah seorang membesarkan anaknya,
saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik.
Saat membaca buku, sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak,
sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak.
Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas.
Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah
sehingga tidak bisa lagi bekerja di sawah.
Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh
kg beras untuk dibawa kekantin sekolah.
Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan
tiga puluh kg beras tersebut. Dan kemudian berkata kepada ibunya:
“Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja di sawah”.
Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata :
“Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi
kamu harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan
kamu, pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan ke
sekolah nanti berasnya mama yang akan bawa ke sana”.
Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan ke sekolah,
mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya
sang anak ini dipukul oleh mamanya. Sang anak akhirnya pergi juga ke
sekolah.
Sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat
bayangan anaknya yang pergi menjauh. Tak berapa lama,
dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang ke kantin
sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya.
Pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka
kantongnya dan mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan
berkata :
“Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat,
di sini isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini
tempat penampungan beras campuran”.
Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas
tersebut. Awal Bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk
ke dalam kantin.
Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong
tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata:
“Masih dengan beras yang sama”.
Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin itu dia belum berpesan dengan
Ibu ini dan kemudian berkata :
“Tak perduli beras apapun yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya
harus dipisah jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang
dimasak tidak bisa matang sempurna. Selanjutnya kalau begini lagi,
maka saya tidak bisa menerimanya” .
Sang ibu sedikit takut dan berkata : “Ibu pengawas, beras di rumah kami
semuanya seperti ini jadi bagaimana?
Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata : “Ibu punya berapa hektar
tanah sehingga bisa menanam bermacam-macam jenis beras”.
Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani
berkata apa-apa lagi.
Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali ke sekolah. Sang pengawas
kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata:
“Kamu sebagai mama kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap
membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu!”.
Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas
tersebut dan berkata:
“Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis”.
Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa
berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk di atas lantai,
menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras
dan membengkak.
Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata:
“Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah,
apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau
berhenti sekolah untuk membantuku bekerja di sawah. Tapi saya melarang
dan menyuruhnya bersekolah lagi.”
Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada di kampung
sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya. Setiap hari pagi-pagi
buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi ke kampung
sebelah untuk mengemis.
Sampai hari sudah gelap pelan-pelan kembali ke kampung sendiri.
Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan ke sekolah.
Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun
mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata:
“Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa
diberikan sumbangan untuk keluarga ibu.”
Sang ibu buru- buru menolak dan berkata:
“Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya,
maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu
sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas,
tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini.”
Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah.
Secara diam-diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya
hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian,
sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi qing hua dengan nilai
627 point.
Di hari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari
anak ini duduk di atas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh,
begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu
ini yang diundang. Yang lebih aneh lagi di sana masih terdapat tiga
kantong beras.
Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju ke depan dan menceritakan
kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah.
Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh
haru dan berkata : “Inilah sang ibu dalam cerita tadi.”
Dan mempersilakan sang ibu tersebut yang sangat luar biasa untuk naik
ke atas mimbar.
Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat ke belakang dan
melihat gurunya menuntun mamanya berjalan ke atas mimbar.
Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan.
Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada anaknya.
Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat mamanya dan
berkata:
“Oh Mamaku…… ……… …
sumber; sinar motivsi
#gambar1 { position:fixed; _position:absolute; top:0px; right:0px; clip:inherit; z-index:+1000;} ]]>