Selamat Datang Anda sedang membaca Blog Aktivasi Kebahagiaan dengan Hati.Sebelum Membaca niatkan untuk beribadah ya. Selamat membaca dan Kasih tau orang terdekat anda.
Thursday, May 19, 2011

super salesman : you are most important product to sell

0 comments

“Mengapa banyak salesman gagal menjual? Mengapa salesman banyak yang tidak bisa mencapai target?” Itulah pertanyaan yang sering ditanyakan para profesional sales peserta seminar saya. Jawaban saya amat sederhana, yaitu karena kebanyakan salesman tidak tahu produk yang dijualnya.
“Masak iya?” Tanya peserta sampai penasaran atau mungkin juga kurang bisa menerima penjelasan saya. “Product knowledge sudah 100% dikuasai dan sudah diberikan pelatihan keterampilan menjual yang tepat, dan sudah diberikan pengarahan di lapangan oleh para supervisor-nya. Tapi hasilnya tetap saja gagal. Mengapa, Pak?”
Mindset, Action, Result.
Pola pikir (mindset) atau paradigma yang kita miliki akan menentukan perbuatan (action) yang kita lakukan. Perbuatan pada akhirnya akan menentukan hasil (result) yang akan kita capai. Model mindset-action-result ini akan selalu berulang dalam hidup kita, baik sebagai profesional ataupun pelaku bisnis umumnya. Urutan ini belum banyak diketahui para salesman.
Bila seorang sales asuransi menganggap bahwa jualan asuransi jiwa itu susah, cari prospeknya juga susah (mindset), lalu setiap orang baru yang ditemui dianggapnya sebagai prospek dan dia menjelaskan soal asuransi jiwa itu dengan tabel berisi angka-angka premi/ nilai tunai/ nilai tunai dijamin dsb (action), maka hasilnya tidak akan jauh berbeda dengan rata-rata salesman asuransi lainnya (result). Menurut saya, inilah cara menjual asuransi jiwa yang paling membosankan karena salesman berusaha membuat prospek tertarik asuransi dengan memberikan perhitungan-perhitungan rasional yang rumit.
Sebaliknya bila seorang salesman asuransi menganggap bahwa menjual asuransi jiwa itu mudah asal bisa menemukan prospek yang tepat dan bisa menjelaskan manfaat asuransi dengan benar (mindset), selanjutnya dia akan hati-hati mencari prospek yang tepat dan menjelaskan manfaat asuransi dengan cara yang sederhana (action), maka hasilnya pasti berbeda dengan salesman biasa (result).
Dalam sebuah komunitas, saya pernah bertemu dengan seorang salesman asuransi jiwa (seorang ibu) yang melakukan presentasi dengan cara yang menurut saya luar biasa. Dia membuka presentasinya dengan kisah hidupnya sendiri yang terpaksa bekerja lagi karena suaminya sudah meninggal dan kedua anaknya masih sekolah SD & SMP. Sepeninggal suaminya, dia harus mengurangi kualitas dan fasilitas hidupnya termasuk memindahkan sekolah anaknya dari sekolah favorit ke sekolah negeri, pakai mobil lawas, menjual rumahnya dan pindah ke pinggiran Jakarta; hanya supaya pengeluaran keluarga bisa pas dengan pemasukannya sebagai single parent. Kemudian dia menunjukkan cash flow keluarga saat suaminya masih hidup (double income) masih positif dan bisa menabung. Sedangkan saat dia sebagai single parent, cash flow-nya jadi negatif, lama kelamaan tabungannya jadi habis.
Dia menutup presentasinya dengan sebuah wisdom: “Dulu saya terlambat membeli asuransi jiwa.” Bila tabungan dulu digunakan untuk membeli asuransi jiwa, hasilnya akan berbeda. Lalu dia menunjukkan cash flow fiktif; setelah suaminya meninggal, ada cash-in-flow Rp 1 miliar dari asuransi. Rp 1 miliar itu sebagian dimasukkan deposito, sebagian reksadana, sebagian obligasi, maka setiap bulan akan ada cash-in-flow baru yang membuat hidupnya bisa tetap balance. Tidak perlu jual rumah, jual mobil, dan pindah sekolah anaknya.
Peserta di situ terpana dan terharu mendengar cerita pengalaman salesman ini, sebagian matanya berkaca-kaca dan ada ibu-ibu yang mulai menitikkan air mata. Cara berjualan yang luar biasa karena yang dia sentuh adalah dimensi emosional, bukan dimensi rasional seperti sales asuransi umumnya. Dua puluh peserta yang hadir semuanya closed, termasuk saya. Saya sangat menghargai cara menjualnya yang sangat menyentuh itu.
Apa yang membedakan salesman asuransi gagal dengan super salesman asuransi seperti di atas? Jawabya singkat: mindset! Ya, mindset kedua salesman di atas berbeda.
Salesman gagal menjual produk asuransi. Super salesman menjual dirinya sendiri sebagai solusi!
You are the most important product to sell.
Guru marketing saya di Markplus, Hermawan Kartajaya, juga pernah menjelaskan soal ini. Salesman harus punya passion pada profesinya sebelum dia bisa handal menjual. Passion itu bukan uang, bukan reward, bukan fasilitas, bukan pula jabatan. Passion adalah kecintaan pada profesi yang memberikan semangat kerja setiap hari.
Jadi bila saat ini Anda masih berpikir bahwa salesman itu bertugas menjual produk supaya laku, Anda pasti keliru. Salesman itu menjual solusi yang dibutuhkan prospek. Sebelumnya, salesman itu harus mahir dulu menjual dirinya sendiri! Mengapa? Karena sebelum prospek itu membeli produk Anda, prospek itu harus bisa “membeli diri Anda” terlebih dahulu, yaitu: menyukai Anda, memperhatikan Anda, memahami Anda, dan akhirnya mempercayai Anda. Anda adalah produk yang dicari prospek. Selamat mencoba paradigma baru ini.
Mukti Wibawa
[Marketing Consultant]
#gambar1 { position:fixed; _position:absolute; top:0px; right:0px; clip:inherit; z-index:+1000;} ]]>